Jogja, Solo & Music nya saat ini
Rabu, 31 Maret 2010
Sheila on 7, Jikustik, Letto, sekian dari nama2 band asal Jogja yang melambung di Indonesia. Semua pecinta music pasti mengenal nya. Saat ini ?
Mencoba untuk berwisata music modern Jogja dan solo, menyebut dirinya sebagai kota pelajar yang katanya banyak kaum muda nya. Bermula dari perjalanan menuju radio2 lokal sana, mereka banyak yang memposisikan diri nya sebagai radio modern yang mensupport musisi2 lokal, baik dengan airplay atau program off air, terutama dengan radio2 yang ber segmentasi anak muda. “kami tidak memutar lagu melayu, mas”, “Kami menyaring lagu2 pop yang kami terima”, “ kami mengutamakan request anak2 muda saat ini, mas”, “….kalo beli spot baru kita
bisa putar, tapi kalo band local pasti kami putar” itu kalimat yang banyak kami dengar dari para music director nya. Off Air ? nama band seperti SKJ, armada racun, bangku taman, the monophones, band local yang popular dan menjadi pilihan para EO. Wow…
Gembur, seorang kawan yang banyak berkecimpung di dunia music Jogja dan solo, lebih ekstrem pendapat nya, disini anak2 muda nya ke bagi dua, pendengar music2 bajakan dan pendengar music2 indie. Maksud nya ?, music bajakan ya music yang lagi ngetop saat ini semisal ungu, the massive, wali dll disebut bajakan karena penikmat music ini mendengar dari CD2 bajakan, waduh…... Kalo music indie ya yang sering di support oleh radio2 modern itu, band2 indie lah. Walah…..Music yang di bajak dari band2 yang laris manis di jual. Gimana nasib para penjual kaset & CD original apabila album2 yang laku terus di bajak, karena CD2 indie band umum nya gak ada product nya. Bersamaan dengan itu memang sudah ada beberapa toko CD, semisal bulletin dan indomusic yang memilih untuk tutup atau mengecilkan toko nya.
Hal ini mengingatkan saya beberapa tahun lalu di kota Bandung, dimana industri music di kota bandung sangat support dengan artis2 lokal nya, banyak band2 baru yang timbul dan besar karena full support dari media2 lokal dan masyarakat nya sendiri.
Apakah Jogja akan menjadi seperti itu, menjadi multi kultur untuk dunia musik nya ?, saya rasa ‘ya’, music mainstream tetap jawara, music indie local sudah jadi playlist anak2 muda modern, music traditional suatu kewajiban bagi orang jawa, keroncong, campursari, dangdut tidak kehilangan pasar dan pendengar. Jiwa seni yang tertanam di masyarakat Jogja semoga bisa membuat dunia music disana beraneka. ….. Pulang ke kota mu ada setangkup haru dalam rindu…. suasana Jogja…..musisi jalanan mulai beraksi……di telan deru kotamu…….(Jogjakarta-KLA Project)
0 komentar:
Posting Komentar