Mengukur kekuatan retail dalam Industri Music.

Selasa, 25 Mei 2010

Retail merupakan sarana terakhir dalam memasarkan suatu product music, sarana yang bersentuhan langsung dengan pembeli, pendengar atau penikmat music.
Kebutuhan orang akan product music seperti kaset, CD, VCD atau DVD membuat para retailer tetap bertahan walaupun sudah tidak se menjamur 20 tahun lewat. Seperti sudah di ketahui factor semakin mudah nya orang untuk mengakses music atau lagu dari situs-situs jejaringan atau website, semakin beragam nya gadget yang bisa menyimpan ribuan lagu hanya dengan sekali copy, portable, mudah dibawa kemana-mana, ikut menggerus hasil penjualan para retailer CD ini. Yang apabila kita tarik ke atas para label, producer, artist pun merasakan hal yang sama.

Era tahun 90 an, toko kaset merambah sampai ke pasar2 traditional, kini rasa nya sulit bahkan mungkin sudah tidak ada lagi, sebab pasar traditional sudah di kuasai oleh lapak2 CD dan VCD bajakan, kaset sudah tidak bisa melawan ekonomisnya CD dab VCD bajakan. Toko kaset dalam metamorfosa nya kini sudah menjadi Toko CD/retail CD yang mantab berada dalam segment ekonomi menengah ke atas, dimana Mall, plaza, superblok menjadi targetnya. Beruntung nya tiap pertokoan2 besar itu masih menyisihkan atau menyediakan tempat untuk entertaintment dimana toko CD pasti ada di dalam nya. Kini tingal para pemain atau pengusaha CD ini bisa atau tidak mengikuti laju perkembangan berdiri nya mall-mall baru, baik kecil atau besar. Retail2 CD saat ini umum nya di pegang oleh grup2 yang sudah puluhan tahun di bidang penjualan product music, seperti Disc Tarra yang mempunyai hampir di seluruh mall di nusantara, Harika yang mengambil pasar urban di sekitar Jakarta, Aquarius, Duta suara, Music Plus, Lucky Audio yang bersaing di mall2 kls.1 Jakarta, Bulletin dan Indomusic di pasar Jawa tengah, juga para Agensi di daerah seperti ET 45 medan, Seni Hiburan di Surabaya, Bali, Makasar, Padang dll.

Sebagai sarana yang bersentuhan langsung dengan pembeli, retail music juga menjadi point of sales dan ajang promosi dari para produsen dan artis. Seperti di ketahui, sebagian masyarakat kita impulse buying nya timbul saat melihat product yg di beli itu ada di toko atau melihat materi2 promosi yang ada di toko tsb. Jadi lah retail-retail CD tersebut menjadi ajang nya material promosi. Banner (stand atau hanging), Giant Banner (Front window/stand alone), mini banner (cashier, rak), Sticker (floor, rak, wall), Window Sticker/one way sticker (window/door), Pop up (rak, cashier), Neon sign/Noen Box (window, wall, outdoor), Hanging mobile, Cek Point Cover, Special Rack/design. Adalah material2 promosi yang umum berada di retail2 CD, ditambah dengan Baliho yang berada di bagian luar seperti di tiap retail nya Aquarius. Para retail itu pun juga menata penempatan product sesuai dengan kategori album, seperti Best Seller, New Release, Kompilasi/various artist, Jazz & Classic, Traditional, Rohani. Lagu2 tetap menjadi backsound dari toko2 itu yang umum nya adalah album2 dari new release atau best seller. Retail2 yang dikelola secara modern itulah yang masih bertahan, karena mereka tau benar apa yang di cari para pembeli selain kelengkapan product, kenyaman dan jaminan ke-originalitas-an dari product yang di jual.

Retail2 CD pun jelas merupakan ukuran perkembangan music di Indonesia, adalah suatu bukti bahwa perkembangan penjualan product music hanya menyentuh kalangan masyarakat kelas menengah atas, sudah menjadi suatu product yang exclusive, ya..bukan kah dunia keartisan atau entertaintment sesuatu yang exclusive juga, well….bagaimana dengan 70% masyarakat Indonesia yg berkategori kelas bawah, sebuah potensi income besar yang kini di pegang oleh para pembajak.

Read more...

Musisi Jalanan

Harfiah nya adalah orang yang memainkan music di jalanan, karena mereka tidak mendapatkan tempat untuk maen di TV, mall, gedung2 pertunjukan dll. Jadi mereka menjadikan jalanan atau media luar ruang untuk menumpahkan keahlian nya dalam bermusik, bernyanyi atau hanya sekedar memperkenalkan hasil karya.
Secara umum orang pasti akan menyebut musisi jalanan adalah pengamen, mereka nyanyi untuk mengharapkan imbalan, apabila imbalan nya uang? Iya, tapi apabila yang di harapkan imbalan nya hanya sebuah pengesahan diri, existensi dan pujian, akan lain maksud nya.

Era sebelum berkembang nya TV2 nasional maupun local, radio2, intranet, mungkin di bawah tahun 90 an, musisi jalanan bisa di jadikan satu media penyampaian hasil karya, banyak musisi-musisi top kita saat ini yang berlatar belakang musisi jalanan, sebut Iwan Fals, Sawung Jabo, Rollies, God Bless, AKA atau yang lebih muda Slank dan masih banyak lagi. Seni dalam bermusik dapat di lakukan di mana saja. Media luar ruang atau jalanan bisa. Sebab itu dari awal berkumpul, menciptakan lagu, dan memainkan yang menumbuhkan kekaguman orang2, akhir nya bisa bermain di tempat-tempat yg tertutup, ada penonton nya, menghasilkan uang, dan akhir nya masuk TV di putar di radio2, masuk Koran dan majalah. Itulah tahap2 peningkatan yang terjadi pada era tahun 80 an kebawah. Dan merupakan kebanggan apabila bisa menyebutkan saya adalah mantan musisi jalanan, karena sudah melalui ‘tahap2 keras’ diatas, gak semua bisa melakukan itu dan mendapatkan keberuntungan seperti itu. Saat ini ?

Secara Visual maupun audio : TV, Radio, Internet (youtube, facebook, Tweeter, myspace dll) Koran, tabloid, majalah atau handphone, Ipod, MP3 player, adalah sesuatu yang mengisi hidup kita untuk menikmati music, ditambah dengan event2 music udah ada dimana-mana (mall, sekolah, kampus, komunitas2 social). Kemanapun dimanapun kita bisa mengakses dan mencari music atau lagu yang kita inginkan. Sederhana nya, anak sekarang dalam memperkenalkan keahlian atau memperkenalkan hasil karya music nya tinggal upload/download lalu share ke semua, atau memilih dari media2 diatas tanpa harus melalui tahap nongkrong di jalanan, panas2an, maen di taman hanya untuk menciptakan pengesahan diri biar bisa di sebut musisi, walau kritisasi nya tetap ada di masyarakat/pendengar. Jauh lebih mudah saat ini.

Mungkin sekarang musisi jalanan tinggal menyisakan orang2 yang “tidak mampu”, secara materi dan keahlian. Maka lumrah lah kalo saat ini musisi jalanan identik disebut ‘Pengamen’. Tujuan nya sederhana nyanyi trus dapet uang.. Oh yaa…paling tidak pengamen bisa di sebut juga media promosi untuk memperkenal kan dan menyebarkan lagu-lagu nya siapa saja.

Read more...

Timbangan yang dinamakan ‘Industry Music’

Begitu luas nya apa yang di nama kan Industry Music. Studio, artist, lagu, pencipta, label, producer, team promosi, distributor, media baik siar, cetak, online, digital, perangkat audio, gadget, product rekaman sampai si penikmat music itu sendiri adalah sekian dari rangkaian-rangkaian proses pembuatan sebuah karya yang ujung-ujung nya adalah suatu pengharapan akan ketenaran, penghasilan dan kepuasan bagi si pendengar. Rangkaian-rangkaian itu yang saya maksud ‘Industri Music’. Tentu nya tiap orang punya pemahaman yang berbeda terhadap ini, Lalu…
Bagaimana apabila ujung-ujung nya adalah kebalikan dari apa yang saya sebut diatas, kekecewaan, kerugian atau ketidakpuasan.

Seorang kawan, partner saya dalam industri, juga pemilik merangkap producer sebuah label yang sudah menghasilkan beberapa artis, bercerita panjang lebar atas apa yang sudah dia lakukan dalam memproduksi album2 nya, isinya nada kekecewaan, merasa salah masuk kedalam industri music. Income masih jauh dari investasi yang sudah di keluarkan. Mungkin hal yang sama juga terjadi kepada yang lainnya, banyak.

Media sebagai sarana penyampaian karya music sampai ke pendengar, jelas sangat banyak mempengaruhi atas kemegahan, kesuksesan, intrik social menjadikan seseorang menjadi publik figure atau celebrities ikut menarik para anak muda, pengusaha, orang yang mempunyai modal untuk masuk ke dalam industri musik. Begitu mudah nya orang mendapatkan informasi mengenai cara sukses mengelola industri music dll. Pagi siang sore televisi gak berhenti menyiarkan acara2 music, radio sampai jarang ada pengulangan pemutaran lagu karena memang catalog nya yang sudah banyak sekali. Event2 besar pasti ada artist penyanyi nya. Daya tarik tentu nya. Tanpa disadari apa yang di tayang kan dan yang disiarkan oleh media itu atau kesuksesan itu hanya dialami sekian dari ratusan penyanyi atau band yang ada.

Terhadap kekecewaan kawan saya itu, tanpa bermaksud menasehati, saya sedikit bercerita, hal pertama adalah membutuhkan mental yang kuat untuk masuk ke industri music, karena ini merupakan investasi jangka panjang yang belum tentu menghasilkan, suatu bisnis selera yang bukan berkategori primer, 1 +1 = 1 atau (minus)1 bisa terjadi di industri ini, tapi hebatnya ia bisa ada di dalam semua sector industri. Album2 yang sukses itu umum nya di produksi atau di produceri oleh orang2 yang sudah pengalaman di industri ini, yang sudah merasakan jatuh nya berinvestasi di album, tapi atas mental nya itu dan idealisme nya terhadap industri music, dia bangkit dan konsisten di jalur music nya. Kemudian, sebelum kita menganggap album kita itu gak enak atau tidak di terima di pasar, apakah kita sudah menerapkan rangkaian-rangkaian proses produksi dan promosi dengan benar ?, gak semudah itu juga sih, tapi paling tidak ini bisa mengurangi kekecewaan kawan saya, yang gak lain supaya dia kembali semangat, belajar dari pengalaman, mencoba lebih mempetakan product dan tetap berinvestasi di industri music. Kesuksesan tentu nya gak perlu di komentari, tapi bukan menjadi tolak ukur juga untuk diterapkan pada album atau artist yang kita developed.

Industri Music ibarat timbangan, sisi kiri adalah investasi, sisi kanan adalah hasil (kesuksesan atau kekecewaan), semakin besar investasi ‘bisa’ menghasilkan kesuksesan, begitupun sebalik nya. Atau, sisi kiri mental, sisi kanan hasil, sedangkan investasi adalah alat ukur nya yaitu sang timbangan.

Read more...

Mitos Museum Fatahillah

Rabu, 19 Mei 2010

Camera SLR pro full frame berkategori mark II, lensa zoom, fix maupun wide high quality menjadi pegangan nya untuk mengisi catalog photo2 nya, pegunungan alpen, deretan gondola di Venice, Emirates stadium London, Forbidden city, walk of Fame sampai pelabuhan di afrika selatan menjadi mock up dari halaman utama website nya.

Sambil men-colok-kan kabel data dari sebuah camera lama SLR 6 mega pixelnya, Nina kawan saya juga lagi meng upload hasil photo nya di istana bogor ke dalam blog pribadi nya, yang banyak meng capture peninggalan2 bangunan di kota tua, museum2 dan kehidupan urban di Jakarta. Sementara di ‘other window’ internet explorer computer nya, lagi mengagumi photo deretan bangunan2 di atas air, ragam gondola dan artifak bangunan tua di kota Venice, rasa nya udah seperti melanglang buana hanya dengan melihat photo2 nya, 1 jam kami asik melihat satu persatu gambar bangunan bersejarah dunia sampai akhir nya masuk ke halaman yang berisi photo2 di Istana Bogor sama seperti yang Nina lagi upload. Object2nya, kemana camera diarahkan, semua sama, cuma hasil nya aja yg beda karena Nina hanya menggunakan camera SLR 6 mega pixel peninggalan ayah nya yg pensiunan guru seni rupa. Photo2 di Istana Bogor ini adalah kali ketiga mereka jalan dan hunting photo bersama setelah museum Fatahillah dan gedung Candranaya, berikut nya udah janjian mau ke asia afrika bandung. Wah…Nina bisa mengajak nya untuk lebih banyak mencari object di negeri sendiri

Satu lagi pasangan yg walau ada celah lebar dalam strata ekonominya bisa dipertemukan dalam komunitas pencinta photography, ya mereka bertemu pertama kali di museum Fatahillah, Apabila pertemuan mereka terus berlanjut, menurut saya, sekali lagi penegasan atas mitos Museum Fatahillah, apa sih “mitos” nya ?

Read more...

Cikini rendezvouz

Minggu, 09 Mei 2010


jalan cikini raya, well.....one of legendary street @ jakarta, sudah banyak bloger atau resensi mengenai jalan ini pastinya. Tempat dimana kami berkantor ini banyak menyimpan lokasi2 yang gak banyak orang tau, terutama kuliner nya.

Taman Ismail Marzuki bersama Institute Kesenian Jakarta, Pasar Emas, Pasar bunga, pasar keranjang rotan, toko roti Tan Ek Tjoan, Bubur Ayam Cikini, Bioskop megaria, Hotel Sofyan, mega cikini, sekolah Perguruan Cikini atau Percik, kolam renang, kebun binatang cikini (sekarang udah di ragunan, dulu nya di cikini loh...) dan stasiun kereta api adalah branding dari jalan cikini ini. Sejaktahun 90 an adalah masa berkembang nya jalan ini ke dalam lingkungan yang jauh lebih modern, Hotel, perkantoran, hypermarket dan yang pasti kuliner menjadi yang tersubur di jalan ini. Cafe' au Lait, bakoel coffee, java bleu, Galeri cafe atau cafe2 yang terdapat di dalam hotel formule 1, AH ato aha ada di sini, cava jazz, begitu juga yang di Menteng Huis, ada marios place cafe & Bar, KFC, Mc donald, holland bakery. Juga yang traditional aka makanan nasional seperti warung daun, bumbu desa, Laksana 2 tak, sederhana, salero bundo, warung tenda2 an di depan TIM, soto ambengan surabaya, bubur, dan nasi uduk di depan gedung hias rias, gado2 bonbin, asinan sayur dan masakan jepang kikugawa di cikini 4, masakan vietnam vietopia, masakan india juga ada tapi lupa nama nya, warung seafood, warung solo di ujung pertigaan laksana, tempat makanan di stasiun juga banyak yg cadas ada mie ayam tpt nya yg di tengah, somay, dan warteg, surabi solo, martabak dan bubur sukabumi.

kalo ada update-an lagi akan ditambahin nama dan tempat nya.
selamat menjelajah........

Read more...

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP